Ilustrasi Imunisasi |
Tanya jawab manfaat dan keamanan vaksin
Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi*
"Imunisasi merangsang pembentukan antibodi dan kekebalan seluler yang
spesifik terhadap kuman-kuman atau racun kuman tertentu, sehingga
bekerja lebih cepat, efektif, dan efisien untuk mencegah penularan
penyakit yang berbahaya."
Saat ini beredar di masyarakat berbagai pertanyaan dan keraguan terkait dengan kehalalan vaksin. Untuk menjawab semua itu, Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Dr. Soedjatmiko akan menjawabnya lewat tanya jawab sebagai berikut:
Bagaimana
cara mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian akibat penyakit menular
pada bayi dan balita ?
Pencegahan
umum: berikan ASI eksklusif, makanan
pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang , kebersihan badan, makanan,
minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan.
Pencegahan khusus: berikan imunisasi lengkap, karena
dalam waktu 4 – 6 minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi spesifik
yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga tidak mudah tertular, tidak
sakit berat, tidak menularkan kepada bayi dan anak lain, sehingga tidak terjadi
wabah dan tidak terjadi banyak kematian.
Benarkah
imunisasi aman untuk bayi dan balita ?
Benar. Saat ini 194 negara terus melakukan vaksinasi untuk bayi dan balita.
Badan resmi yang meneliti dan mengawasi vaksin di negara tersebut
umumnya terdiri atas para dokter ahli penyakit infeksi, imunologi, mikrobiologi,
farmakologi, epidemiologi, dan biostatistika. Sampai saat ini tidak ada negara
yang melarang vaksinasi, justru semua negara berusaha meningkatkan cakupan
imunisasi lebih dari 90% .
Mengapa
ada “ilmuwan” menyatakan bahwa imunisasi berbahaya ?
Tidak
benar imunisasi berbahaya. “Ilmuwan” yang
sering dikutip di buku, tabloid, milis ternyata bukan ahli vaksin,
melainkan ahli statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana
hukum, wartawan. sehingga mereka tidak mengerti betul tentang vaksin.
Sebagian besar
mereka bekerja pada era tahun 1950- 1960, sehingga sumber datanya juga
sangat
kuno.
Benarkah
“ilmuwan kuno” yang sering dikutip buku, tabloid, milis, ternyata
bukan ahli vaksin ?
Benar, mereka semua
bukan ahli vaksin. Contoh : Dr Bernard
Greenberg (biostatistika tahun 1950), DR. Bernard Rimland (Psikolog),
Dr. William Hay (kolumnis), Dr. Richard Moskowitz (homeopatik),
dr. Harris Coulter, PhD (penulis buku homeopatik, kanker), Neil Z.
Miller, (psikolog, jurnalis), WB Clark (awal tahun 1950) ,
Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr (sarjana
hukum) Dr. WB Clarke (ahli kanker, 1950an), Dr. Bernard
Greenberg (1957-1959).
Benarkah
dokter Wakefield
“ahli vaksin”, membuktikan MMR menyebabkan autism ?
Tidak benar. Wakefield juga bukan ahli
vaksin, dia dokter spesialis bedah. Penelitian Wakefield tahun 1998 hanya
dengan sample 18. Banyak penelitian lain oleh ahli vaksin di beberapa negara
menyimpulkan MMR tidak terbukti mengakibatkan autis. Setelah diaudit oleh tim
ahli penelitian, terbukti bahwa Wakefield
memalsukan data, sehingga kesimpulannya salah. Hal ini telah diumumkan di
majalah resmi kedokteran Inggris British Medical Journal Februari 2011.
Benarkah
di semua vaksin terdapat zat-zat berbahaya yang dapat merusak otak ?
Tidak
benar. Isu itu karena “ilmuwan” tersebut di atas
tidak mengerti isi vaksin, manfaat, dan batas keamanan zat-zat di dalam
vaksin. Contoh: jumlah total etil merkuri yang masuk ke tubuh bayi
melalui vaksin sekitar 2 mcg/kgbb/minggu, sedangkan batas aman menurut
WHO adalah jauh lebih banyak (159 mcg/kgbb/minggu). Oleh karena itu vaksin
mengandung merkuri dengan dosis yang sangat rendah dan dinyatakan aman oleh WHO dan
badan-badan pengawasan lainnya.
Benarkah
isu bahwa “semua zat kimia” berbahaya bagi bayi ?
Tidak
benar. Isu
itu beredar karena penulis buku,
tabloid, milis, tidak pernah belajar ilmu kimia. Oksigen, air, nasi,
buah,
sayur, jahe, kunyit, lengkuas, semua tersusun dari zat-zat kimia.
Buktinya oksigen rumus kimianya O2, air H2O, garam NaCl. Buah dan sayur
terdiri atas
serat selulosa, fruktosa, vitamin, mineral, dll. Telur terdiri dari
protein,
asam amino, mineral. Itu semua zat kimia, karena ada rumus
kimianya. Jadi zat-zat kimia umumnya justru sangat dibutuhkan
untuk manusia asal bukan zat yang berbahaya atau dalam takaran yang aman.
Benarkah
vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin anjing, babi, manusia yang
sengaja digugurkan?
Tidak
benar. Isu itu bersumber dari “ilmuwan” 50
tahun lalu (tahun 1961-1962). Teknologi pembuatan vaksin berkembang sangat
pesat. Sekarang tidak ada vaksin yang terbuat dari nanah atau dibiakkan embrio
anjing, babi, atau manusia.
Benarkah
vaksin mengandung lemak babi ?
Tidak
benar. Hanya sebagian kecil dari
vaksin yang pernah bersinggungan dengan tripsin pada proses pengembangan maupun
pembuatannya seperti vaksin polio dan meningitis. Pada vaksin meningitis, pada
proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 – 20 tahun lalu,
ketika panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas
babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi
kemudian induk bibit vaksin tersebut dicuci dan dibersihkan total, sehingga
pada vaksin yang disuntikkan tidak mengandung tripsin babi. Atas dasar itu
maka Majelis Ulama Indonesia berpendapat vaksin itu boleh dipakai, selama belum ada
penggantinya. Contohnya vaksin meningokokus (meningitis) haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi semua
jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
Benarkah
vaksin yang dipakai di Indonesia
buatan Amerika ?
Tidak
benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di
Indonesia adalah buatan PT Bio Farma Bandung, yang merupakan BUMN,
dengan 98,6% karyawannya adalah Muslim. Proses penelitian dan pembuatannya
mendapat pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin di BPOM dan WHO. Vaksin-vaksin tersebut juga diekspor ke 120 negara, termasuk
36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, seperti Iran dan Mesir.
Benarkah
program imunisasi hanya di negara Muslim dan miskin agar menjadi
bangsa yang lemah?
Tidak
benar. Imunisasi saat ini dilakukan di 194
negara, termasuk negara-negara maju dengan status sosial ekonomi tinggi,
dan negara-negara non-Muslim. Kalau imunisasi bisa melemahkan
bangsa, maka mereka juga akan lemah, karena mereka juga melakukan program
imunisasi, bahkan lebih dulu dengan jenis vaksin lebih banyak.
Kenyataanya : bangsa dengan cakupan imunisasi lebih tinggi justru lebih
kuat. Jadi terbukti bahwa imunisasi justru memperkuat kekebalan terhadap
penyakit infeksi, bukan melemahkan.
Benarkah
isu di buku, tabloid dan milis bahwa di Amerika banyak kematian bayi
akibat vaksin ?
Tidak
benar. Isu itu karena penulis tidak faham data
Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) FDA Amerika tahun 1991-1994,
yang mencatat 38.787 laporan kejadian ikutan pasca imunisasi, oleh
penulis angka tersebut ditafsirkan sebagai angka kematian bayi 1 – 3 bulan. Kalau
memang benar angka kematian begitu tinggi tentu FDA AS akan
heboh dan menghentikan vaksinasi. Faktanya Amerika tidak pernah meghentikan
vaksinasi bahkan mempertahankan cakupan semua imunisasi di atas 90 %. Angka
tersebut adalah semua keluhan nyeri, gatal, merah, bengkak di bekas suntikan,
demam, pusing, muntah yang memang rutin harus dicatat kalau ada laporan
masuk. Kalau ada 38.787 laporan dari 4,5 juta bayi berarti KIPI
hanya 0,9 %.
Benarkah
isu bahwa banyak bayi balita meninggal pada imunisasi masal campak di Indonesia?
Tidak
benar. Setiap laporan kecurigaan adanya
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) selalu dikaji oleh Komnas/Komda KIPI
yang terdiri dari pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, imunologi.
Setelah dianalisis dari keterangan keluarga, dokter yang merawat di rumah
sakit, hasil pemeriksaan fisik, dan laboratorium, ternyata balita tersebut
meninggal karena radang otak, bukan karena vaksin campak. Pada bulan itu ada
beberapa balita yang tidak imunisasi campak juga menderita radang otak. Berarti
kematian balita tersebut bukan karena imunisasi campak, tetapi karena radang
otak.
Demam,
bengkak, merah setelah imunisasi membuktikan bahwa vaksin berbahaya?
Tidak
berbahaya. Demam, merah, bengkak, gatal di bekas
suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh. Seperti rasa
pedas dan berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi normal tubuh kita.
Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi obat
penurun panas, dikompres. Bila perlu bisa konsul ke petugas kesehatan terdekat.
Benarkah
vaksin Program Imunisasi di Indonesia juga dipakai oleh 36 negara Muslim?
Benar.
Vaksin yang digunakan oleh program
imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin-vaksin
tersebut dibeli dan dipakai oleh 120 negara, termasuk 36 negara dengan
penduduk mayoritas beragama Islam.
Benarkah
isu di tabloid, milis, bahwa program imunisasi gagal?
Tidak
benar. Isu-isu tersebut bersumber dari data yang
sangat kuno (50 – 150 tahun lalu) hanya dari 1 – 2 negara saja,
sehingga hasilnya sangat berbeda dengan hasil penelitian terbaru, karena
vaksinnya sangat berbeda.
Contoh :
-
Isu vaksin cacar variola gagal, berdasarkan data
yang sangat kuno, di Inggris tahun 1867 – 1880 dan Jepang tahun 1872-1892.
Fakta terbaru sangat berbeda, bahwa dengan imunisasi cacar di seluruh dunia sejak
tahun 1980 dunia bebas cacar variola.
-
Isu vaksin difteri gagal, berdasarkan data di Jerman
tahun 1939. Fakta sekarang: vaksin difteri dipakai di seluruh dunia dan
mampu menurunkan kasus difteri hingga 95 %.
-
Isu pertusis gagal hanya dari data di Kansas dan Nova Scottia
tahun 1986
-
Isu vaksin campak berbahaya hanya berdasar penelitian
1989-1991 pada anak miskin berkulit hitam di
Meksiko, Haiti
dan Afrika
Benarkah
program imunisasi gagal, karena setelah diimunisasi bayi balita masih bisa
tertular penyakit tersebut ?
Tidak
benar program imunisasi gagal.
Perlindungan vaksin memang tidak 100%. Bayi dan balita yang telah diimunisasi
masih bisa tertular penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya.
Bayi balita yang belum diimunisasi lengkap bila tertular penyakit
tersebut bisa sakit berat, cacat atau meninggal.
Benarkah
imunisasi bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi
dan balita?
Benar. Badan penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa dengan
meningkatkan cakupan imunisasi, maka penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi berkurang secara bermakna. Oleh karena itu saat ini
program imunisasi dilakukan terus menerus di 194 negara, termasuk negara dengan
sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam. Semua negara berusaha meningkatkan cakupan agar lebih dari 90 %.
Di Indonesia, setelah wabah polio 2005-2006 karena banyak bayi yang tidak diimunisasi
polio, maka menyebabkan 305 anak lumpuh permanen. Setelah digencarkan
imunisasi polio, sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio baru.
Mengapa
di Indonesia ada buku, tabloid, milis, yang menyebarkan isu bahwa vaksin
berbahaya, tidak effektif, tidak dilakukan di negara maju ?
Karena di Indonesia
ada orang-orang yang tidak mengerti tentang vaksin dan imunisasi, hanya
mengutip dari “ilmuwan” tahun 1950 -1960 yang ternyata bukan ahli vaksin, atau
berdasar data-data 30 – 40 tahun lalu (1970 – 1980an) atau hanya dari 1 sumber
yang tidak kuat. Atau dia mengutip Wakefield
spesialis bedah, bukan ahli vaksin, yang penelitiannya dibantah oleh banyak tim
peneliti lain, dan oleh majalah resmi kedokteran Inggris British Medical
Journal Februari 2011 penelitian Wakefield
dinyatakan salah alias bohong. Ia hanya berdasar kepada 1 – 2 laporan kasus yang
tidak diteliti lebih lanjut secara ilmiah, hanya berdasar logika biasa.
Bagaimana orangtua
harus bersikap terhadap isu-isu tersebut?
Sebaiknya semua
bayi dan balita diimunisasi secara lengkap. Saat ini 194 negara di
seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit
berat, cacat, dan kematian pada bayi dan balita. Terbukti 194 negara tersebut terus
menerus melaksanakan program imunisasi, termasuk negara dengan sosial
ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan
cakupan umumnya lebih dari 85 %.
Badan
penelitian di
berbagai negara membuktikan kalau semakin banyak bayi balita tidak
diimunisasi
akan terjadi wabah, sakit berat, cacat atau mati. Hal ini telah terbukti
di Indonesia, di mana wabah polio merebak pada tahun 2005-2006 (305
anak lumpuh permanen), wabah campak 2009 – 2010
(5.818 anak dirawat di RS, meninggal 16), dan wabah difteri 2010-2011
(816 anak di
rawat di RS, 56 meninggal).
Bisakah
ASI, gizi, dan suplemen herbal menggantikan imunisasi ?
Tidak ada satupun
badan penelitian di dunia yang menyatakan bisa, karena kekebalan yang dibentuk
sangatlah berbeda. ASI, gizi, suplemen herbal, kebersihan, hanya memperkuat
pertahanan tubuh secara umum, karena tidak membentuk kekebalan spesifik
terhadap kuman tertentu. Kalau jumlah kuman banyak dan ganas,
perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih bisa sakit berat,
cacat atau bahkan mati.
Imunisasi
merangsang pembentukan antibodi dan kekebalan seluler yang spesifik terhadap
kuman-kuman atau racun kuman tertentu, sehingga bekerja lebih cepat, efektif,
dan efisien untuk mencegah penularan penyakit yang berbahaya.
Bolehkah
selain diberikan imunisasi, ditambah dengan suplemen gizi dan herbal?
Boleh. Selain
diberi imunisasi, bayi harus diberi ASI eksklusif, makanan pendamping ASI
dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan badan, makanan, minuman, pakaian,
mainan, dan lingkungan. Suplemen diberikan sesuai kebutuhan individual
yang bervariasi. Selain itu bayi harus diberikan kasih sayang dan stimulasi
bermain untuk mengembangkan kecerdasan, kreatifitas dan perilaku yang baik.
Benarkah
bayi dan balita yang tidak diimunisasi lengkap rawan tertular penyakit
berbahaya ?
Benar. Banyak
penelitian imunologi dan epidemiologi di berbagai membuktikan bahwa bayi balita
yang tidak diimunisasi lengkap tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap
penyakit-penyakit berbahaya. Mereka mudah tertular penyakit tersebut,
akan menderita sakit berat, menularkan ke anak-anak lain, menyebar luas,
terjadi wabah, menyebabkan banyak kematian dan cacat.
Benarkah
wabah akan terjadi bila banyak bayi dan balita tidak diimunisasi ?
Benar. Itu sudah terbukti di beberapa negara Asia, Afrika dan di Indonesia.
Contoh: wabah polio 2005-2006 di Sukabumi karena banyak bayi balita tidak diimunisasi polio,
dalam hitungan beberapa bulan, virus polio menyebar cepat ke Banten, Lampung,
Madura, menyebabkan 305 anak lumpuh permanen.
Wabah
campak di
Jawa Tengah dan Jawa Barat 2010-2011 mengakibatkan 5.818 anak dirawat
di rumah sakit dan 16 anak di antaranya meninggal dunia.
Wabah difteri dari
Jawa Timur 2009 – 2011 menyebar ke Kalimantan Timur, Selatan, Tengah, Barat,
DKI Jakarta, menyebabkan 816 anak harus di rawat di rumah sakit, 54 meninggal.
*Penulis adalah :
- Ketua III Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia 2002-2008
- Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI).
- Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang - Pediatri Sosial, Magister Sains Psikologi Perkembangan.
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2012
Artikel ini repost dan sudah atas seizin Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi* dengan syarat dari beliau untuk mengganti judul dari: "Tanya jawab kehalalan dan keamanan vaksin" menjadi "Tanya jawab manfaat dan keamanan vaksin"
No comments:
Post a Comment