Saturday, May 19, 2012

Serangga Tomcat Penyebab Dermatitis Paederus pada Anak




PENDAHULUAN
Dermatitis Paederus disebut juga dermatitis linier atau dermatitis linearis, merupakan  iritasi kulit akibat kontak dengan hemolimf (darah kumbang) rove beetle (kumbang penjelajah) yang  termasuk kelompok genus paederus. Nama lokal lain : tomcat, spider-lick., whiplash dermatitis, dan Nairobi dermatitis fly. Dermatitis Paederus merupakan dermatitis kontak iritan akut yang dapat sembuh dengan sendirinya, timbul akibat paparan toksin pederin.  
Kumbang ini menyerang semua kelompok umur, (bisa menyerang bayi, anak-anak maupun orang dewasa), jenis kelamin, ras, dan berbagai kondisi ekonomi, tergantung aktivitas dan habitat serangga. Rasio untuk laki-laki: perempuan adalah 1.8:1 dan rasio anak-anak dibanding dewasa adalah 1.4:1.  Sebagian besar kasus adalah pada anak di usia 7 sampai 12 tahun
Kejadian kasus banyak terjadi pada masa bulan-bulan akhir tahun atau setelah musim hujan. Bertambahnya jumlah kumbang penjelajah ini menunjukkan adanya perubahan keseimbangan lingkungan hidup akibat alih fungsi lahan atau perubahan cuaca ekstrem seperti musim hujan yang berkepanjangan.

KUMBANG PAEDERUS
Serangga penyebab dermatitis yaitu tomcat atau kumbang penjelajah (Paederus littorarius, Paedreus fuscipes). Ukuran dewasa kumbang ini panjang 7-10 mm, lebar 0.5 mm, terdapat warna hitam pada kepala, abdomen bawah, dan elytral (daerah meliputi sayap dan sepertiga segmen abdomen), terdapat warna merah pada toraks dan abdomen atas. Dalam klasifikasinya kumbang ini masuk dalam klas insekta, ordo Coleoptera,  famili Staphylinidae, genus Paederus yang keberadaanya umum di seluruh dunia, khususnya banyak ditemukan di daerah tropis. 
Kumbang ini sesungguhnya tergolong serangga berguna karena berperan sebagai predator aktif pada beberapa serangga pengganggu tanaman padi, seperti wereng batang coklat, wereng punggung putih, wereng zigzag, wereng hijau dan hama kedelai yang banyak terdapat di iklim tropis. Kumbang dewasa berpindah dari habitatnya dengan berjalan di permukaan tanah atau melalui tajuk tanaman. Tomcat seringkali muncul saat hari menjelang petang. Pada malam hari ia tertarik pada lampu pijar dan neon, dan sebagai akibatnya, secara tidak sengaja bersentuhan dengan kehidupan manusia. Kumbang ini akan menjadi penggganggu utama ketika jendela atau pintu bangunan rumah dibiarkan terbuka.

ETIOPATOGENESIS     
Kumbang ini tidak menggigit maupun menyengat. Racun dikeluarkan saat kumbang tergencet, atau tidak sengaja tertekan.  Paparan secara langsung maupun tidak langsung (penyebaran toksin melalui tangan atau melalui handuk, baju, atau alat lain yang tercemar oleh racun serangga tersebut) terhadap racun dapat menyebabkan iritasi pada kulit atau mata. 
Darah kumbang (hemolimf) mengandung racun hewan yang berbahaya yang disebut pederin (C24H43O9N), yang toksisitasnya 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan racun kobra.  Dalam bentuk kering masih bersifat toksis hingga 8 tahun. Respon inflamasi pada kulit akibat paparan toksin tersebut mengaktifkan mediator inflamasi tanpa keterlibatan sel T memori ataupun immunoglobulin spesifik. Terjadi pelepasan sitokin terutama berasal dari keratinosit, yang menimbulkan sensasi/rasa panas pada regio kulit yang terkena diikuti oleh plak eritematosa dengan lesi melepuh yang muncul 12-36 jam berikutnya. Lesi akan mengering menjadi krusta dalam waktu seminggu.  Respon hipersensitifitas IgE-mediated sistemik sangat jarang terjadi. 

GEJALA KLINIS
Bentuk dermatitis yang timbul berupa dermatitis linearis atau whiplash dermatitis. Pada daerah leher lesi berbentuk Y-shaped kissing lesion. Lesi yang dangkal tidak akan menimbulkan skar, namun bila dermis terlibat akan muncul ulserasi.  Kadang kelainan sulit dibedakan shingles atau herpes zoster, perbedaannya adalah pada pola distribusinya yang tidak mengikuti pola alur saraf.  
Lesi vesikuler akut akan sembuh sempurna dalam kurun waktu 10 hingga 12 hari, dengan bercak kehitaman pasca-inflamasi yang bersifat transien.  Lokasi lesi terbanyak di kepala 35%, kemudian di ekstremitas atas 31%, tubuh 18%, ekstremitas bawah 14% dan paha 2%.
Gejala dermatitis Paederus ini bisa ringan, sedang berat dan bisa disertai infeksi sekunder di daerah yang terkena. Gejala ringan, terdapat sedikit eritema yang dimulai pada 24 jam dan berlangsung selama sekitar 48 jam. Pasien mengeluh rasa pedas, panas, dan gatal. Gejala sedang terdapat eritema mulai sekitar 24 jam setelah kontak, setelah sekitar 48 jam, diikuti tahap vesikular, dengan lepuh yang membesar secara bertahap dan mencapai maksimal dalam  48 jam. Vesikula mengering selama sekitar 8 hari, terkelupas meninggalkan bekas halus, hiperpigmentasi linier dengan kerutan pada daerah kulit yang terkena yang dapat bertahan selama satu bulan atau lebih. 
Gejala berat terdapat lecet dan bekas luka berpigmen biasanya lebih luas. Racun dapat mengakibatkan neuralgia, arthralgia, demam, dan muntah.  Eritema dapat bertahan hingga beberapa bulan. Gejala lain meliputi konjungtivitis toksik dengan sekrit mukoid.  Kontak pederin dengan kornea menyebabkan keratitis punctata superficial biasanya disertai perdarahan subkonjungtiva karena mekanik (garukan berlebihan pada mata).



GEJALA KLINIS PADA ANAK
Pada bayi atau anak yang gemuk, dermatitis nampak sebagai pola mirror image karena kontak toksin pada daerah lipatan kulit, disebut juga sebagai kissing lesion yaitu sepasang lesi kulit yang sama yang terjadi akibat lesi kulit pertama menempel pada kulit yang lain. Pada kejadian luar biasa pada anak sekolah dasar menunjukkan dermatitis kontak muncul dalam waktu 24 jam setelah paparan terhadap kumbang, dan rasa terbakar dalam 4 jam. Daerah kulit yang sering terserang adalah daerah kulit yang terbuka seperti wajah, leher, atau ekstremitas.  Sering disertai dermatitis periorbital. 
Prosentase keluhan yang sering adalah rasa gatal 87,9%, rasa terbakar 57,6%, edema periorbital 57,6%, plak eritematosa dengan vesikel pada ekstremitas 57,6%, plak eritematosa dengan vesikel di punggung 36,4%, plak eritematosa dengan vesikel pada tengkuk 24,2%, dan plak eritematosa dengan vesikel pada perut 6.1%.


DIAGNOSIS BANDING
Kewaspadaan dermatitis kontak ini penting untuk mencegah misdiagnosis. Gejala klinis dermatitis paederus menyerupai herpes simplex, herpes zoster, alergi akut, tluka bakar karena zat cair khusus, dan dermatitis kontak iritatif. Aspek pengelolaannya sangat berbeda pada tiap kasus tersebut.

PENGELOLAAN
Karena lesi yang disebabkan oleh Paederus hanya "dermatitis kontak iritan", pendekatan yang masuk akal adalah: cuci bagian yang terkena dengan sabun mandi dan air bersih dapat mencegah munculnya dermatitis linearis atau bentuk yang lebih berat.  Untuk menghilangkan iritasi berikan steroid topikal dan antihistamin oral. Pemberian salep antibakteri atau antibiotik oral karena sebagian besar spesies Paederus bersimbiosis dengan bakteri gram negatif yang mungkin mencemari area yang terkena toksin pederin.  

PENCEGAHAN
Untuk mencegah manusia kontak dengan kumbang/pederin, maka tindakan untuk penencegahan antara lain dengan: hindari kontak kumbang tersebut langsung dengan area kulit Bila kumbang tersebut hinggap di badan kita, cobalah untuk mengusirnya dengan hati-hati (misalnya, meniupnya pergi, mencoba untuk kumbang berjalan ke secarik kertas dan kemudian membuangnya, dll), dan mencuci daerah kulit yang kontak dengan kumbang tersebut. 
Jika kita menghancurkan kumbang itu, maka  cuci tangan yang kontak dengan kumbang itu, juga pakaian yang mungkin telah terkontaminasi dengan pederin. 
Jika kita berpikir bahwa kumbang tersebut kontak/hancur tetapi tidak yakin jika hal ini terjadi (misalnya saat tidur), maka kita perlu segera mandi dan mencuci seprai dan pakaian. Matikan lampu neon atau beralih ke lampu pijar. Menjaga pintu dan jendela tertutup. Tidur di dengan kelambu. Periksa sebelum tidur barangkali ada kumbang (terutama pada dinding dan plafon area sekitar lampu).Jika kita melihat ada  kumbang,  bunuh kumbang tersebut. Alat untuk membunuh kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan buang di tempat sampah. 

REFERENSI
  1. Al-Dhalimi, M.A. 2008. Paederus Dermatitis in Najaf Province of Iraq. Saudi Med. J., Vol. 29 (10), pgs. 1490-1493. 
  2. Burns, DA..  2009..Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in DA Burns,SM Breathnach, NH Cox and CEM Griffi (ed): Rook’s Textbook of Dermatology, 8th edition.Chap. 38, pp 38.1-38.61. Blackwell Publishing.
  3. Chambers, J.A. 2003. Staphylinid Beetle Dermatitis in Operation Enduring Freedom. J. Spec. Ops. Med., Vol. 3(4). pgs. 43-46.
  4. Dursteler, B.D., R.A. Nyquist. 2004. Outbreak of Rove Beetle (Staphylinid) Pustular Contact Dermatitis in Pakistan among deployed U.S. Personnel. Milit. Med., Vol. 169(1), pgs. 57-60.
  5. Mokhtar N, Singh R, Ghazali W.  1993. Paederus Dermatitis Amongst Medical Students in USM, Kelantan.  Med J Malaysia vol 48 no 4.
  6. Rahmah E, Norjaiza MJ. 2008. An outbreak of Paederus dermatitis in a primary school, Trengganu, Malaysia.  Malaysian J Pathol;30(1):53-6
  7. Verma R, Agarwal MS.  2006. Blistering Beetle Dermatitis: An Outbreak.  MJAFI;62:42-4
  8. Qadir SNR, Raza N, Rahman SB.  Paederus Dermatitis In Sierra Leone.  Dermatology Online Journal 12 (7):9.

Penulis : Dr Sumadiono, Sp.A(K),  DR. Dr Anang Endaryanto, Sp.A(K), Dr Wistiani, Sp.A(K).

Unit Kerja Koordinasi – Alergi Imunologi

Wednesday, May 9, 2012

Anemia Defisiensi Besi

Suplementasi Besi
Mendukung Pertumbuhan
dan Perkembangan Anak


  • Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh menurunnya kadar hemoglobin di bawah nilai normal sesuai dengan kelompok usia.
  • Hemoglobin
Hemoglobin adalah ikatan senyawa besi dan globin yang merupakan unsur penting di dalam sel darah merah, berfungsi mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
  • Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi bisa terjadi bila tubuh kekurangan besi, sehingga pembentukan hemoglobin berkurang. Apabila keadaan ini berlangsung lama akan menyebabkan dampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
  • Penyebab
Antara lain :
  1. Asupan makanan kurang mengandung zat besi
  2. Kebutuhan besi meningkat (bayi, remaja)
  3. Cadangan besi berkurang di dalam tubuh (bayi kurang bulan, bayi kembar, perdarahan kronis, cacingan, menstruasi) 
  • Gejala klinis
  1. 5 L (lemah, letih, lesu, lelah, lunglai)
  2. Pucat
  3. Daya tahan tubuh menurun/ mudah infeksi
  4. Kurang responsif tehadap lingkungan
  5. Presentasi belajar menurun

  • Pencegahan 
  1. Memberikan ASI eksklusif dengan suplementasi besi
  2. Memberikan makanan dengan nutrisi seimbang 

Monday, May 7, 2012

Rekomendasi diagnosis dan tata laksana alergi susu sapi





Rekomendasi diagnosis dan tata laksana alergi susu sapi:

1. Untuk bayi dengan ASI ekslusif:
  • Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi pada diet ibu selama 2-4 minggu.
  • Bila gejala menghilang setelah eliminasi, perkenalkan kembali dengan protein susu sapi. Bila gejala muncul kembali, maka dapat ditegakkan diagnosis alergi susu sapi. Bila gejala tidak menghilang setelah eliminasi, maka perlu dipertimbangkan diagnosis lain.
  • Tata laksana alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian ASI dapat diteruskan dan Ibu harus menghindari susu sapi dan produk turunannya pada makanan sehari-harinya sampai usia bayi 9-12 bulan atau minimal 6 bulan. Setelah kurun waktu tersebut, uji provokasi dapat diulang kembali, bila gejala tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali, maka eliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya.



2. Untuk bayi yang mengkonsumsi susu formula standar:
  • Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi yaitu dengan mengganti susu formula berbahan dasar sususapi dengan susu formula hidrolisat ekstensif (untuk kelompok dengan gejala klinis ringan atau sedang) atau formula asam amino (untuk kelompok dengan gejala klinis berat). Eliminasi dilakukan 2-4 minggu.
  • Bila gejala menghilang  setelah eliminasi, perkenalkan kembali dengan protein susu sapi. Bila gejala muncul kembali, maka dapat ditegakkan diagnosis alergi susu sapi. bila gejala tidak menghilang setelah eliminasi, maka perlu dipertimbangkan diagnosis lain.
  • Tata laksana alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian susu formula berbahan dasar susu sapi dengan susu formula terhidrosilat ekstensif (untuk kelompok dengan gejala klinis ringan atau sedang) atau formula asam amino (untuk kelompok dengan gejala klinis berat). Penggunaan formula khusus ini dilakukan sampai usia bayi 9-12 bulan atau minimal 6 bulan. Setelah kurun waktu tersebut, uji provokasi dapat diulang kembali, bila gejala tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali, makaeliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya.
3. Pada bayi yang sudah mendapatkan makanan padat, maka perlu penghindaran protein susu sapi dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI)

4. Apabila susu formula terhidrosilat ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya, maka formula kedelai dapat diberikan pada bayi berusia di atas 6 bulan dengan penjelasan kepada orangtua mengenai kemungkinan reaksi alergi terhadap kedelai. Pemberian susu kedelai tidak dianjurkan untuk bayi di bawah usia 6 bulan.

5. Pemerisaan IgE spesifik (uji tusuk kulit/IgE RAST) untuk mendukung penegakan diagnosis dapat dilakukan pada alergi susu sapi yang diperantarai IgE.




Sumber : Buku Rekomendasi IDAI
Penulis : UKK alergi Imunologi, UKK Gastrohepatologi dan UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik

Alergi Susu Sapi



Susu sapi menjadi nutrisi yang paling populer untuk bayi dan anak-anak pada sekitar abad ke-20, tetapi pemberian susu sapi untuk bayi dan anak-anak bukannya tanpa kekhawatiran tertentu, seperti misalnya terjadi alergi tehadap protein susu sapi. Bahkan alergi susu sapi merupakan salah satu jenis alergi makanan yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Alergi susu sapi mengenai sekitar 2.5-5% anak-anak berusia 0-2 tahun. Biasanya alergi terhadap susu sapi akan menurun seiring bertambahnya usia.

  • Apa tanda dan gejala adanya alergi susu sapi pada anak?
Alergi susu sapi merupakan salah satu keadaan yang sulit didiagnosis oleh dokter karena gejalanya yang mirip dengan keadaan-keadaan alergi lainnya. Memang seseorang dengan risiko tinggi menderita alergi (dikatan orang tersebut atopi) akan dengan mudah alergi terhadap susu sapi. Tanda dan gejala alergi susu sapi biasanya berupa reaksi alergi yang timbul segera sesudah mengonsumsi susu sapi (timbul dalam beberapa menit), tetapi dapat juga timbul kemudian (reaksi tipe lambat). Bila konsumsi susu sapi ditiadakan, maka gejala-gejala tersebut juga akan mereda. Tanda dan gejala tersebut diantaranya:

          Pada sistem saluran pencernaan
Gejala pada saluran pencernaan merupakan gejala yang paling sering timbul. Gejala tersebut adalah: 
  • Bengkak dan gatal pada bibir
  • Diare dan muntah
  • Diare kronis (lebih dari 2 minggu) atau dapat juga konstipasi/ sembelit kronis
  • Dehidrasi, gangguan elektronik, dan penurunan berat badan 
Pada Kulit
Gejala pada kulit merupakan gejala tersering kedua yang timbul setelah mengkonsumsi  susu sapi. Gejala yang muncul biasanya adalah dermatitis atopik (eksim) yang umumnya jelas terlihat di pipi.
Pada Saluran Pernapasan
Gejala pada saluran pernapasan cenderung jarang. Gejala tersebut di antaranya: gejala dari rhinitis alergi, batuk kronis dan otitis media (peradangan pada telinga tengah)      
  • Bagaimana dokter mendiagnosis anak menderita alergi susu sapi?
Memang agak sulit untuk mendiagnosis, biasanya dokter akan mengumpulkan semua tanda dan gejala, hasil pemeriksaan fisik, riwayat dan perjalanan alergi termasuk riwayat alergi dalam keluarga dan melakukan beberapa pemeriksaan tambahan (seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan kadar IgE). Diagnosis alergi susu sapi juga dapat ditentukan dengan melakukan cara mencoba-coba (trial and error test) seperti pada alergi makanan.
  • Bagaimana cara mengatasi alergi susu sapi?
Sama seperti pada alergi makanan lainnya, maka menghindari pemberian susu sapi dan produk olahannya (keju, es krim, kue, biskuit yang mengandung susu, dll) merupakan cara yang terbaik. Berikan susu formula yang mengandung protein hidrosilat (Pepti junior atau Pregestimil) atau lebih baik lagi dengan formula asam amini (Neocate). Pada saat sudah terjadi reaksi alergi, pemberian obat anti histamin diperlukan dan harus sesuai petunjuk dokter.


  • Bagaimana cara mencegahnya? 
Bila keluarga memiliki riwayat alergi, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama telah terbukti dapat menurunkan risiko terjadinya alergi susu sapi pada bayi dan anak. Jangan takut mengenai kecukupan nutrisi pada anak karena ASI adalah nutrisi yang terbaik untuk usia tersebut.

TIP!

  • Berikan ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif selama 6 bulan pertama. Eksklusif artinya tidak memberikan makanan lain apapun selain ASI, termasuk air putih
  • Berikan susu formula yang mengandung protein hidrosilat atau asam amino bila anak sudah terbukti alergi susu sapi
  • Sediakan obat anti histamin oral (yang dijual bebas) di rumah untuk mengatasi reaksi alergi pada anak dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokte mengenai cara penggunaan dan keamanan obat tersebut.  


Sumber Pustaka:

  • UpToDate, Wood RA: The Natural History of Childhood Food Allergy.2008
  • Illustrated textbook of Pediatrics, Lissauer T, Clayden G: Allergy and Immunity.2008
  • Pediatrics in Review, Lee EJ, Heiner DC: Allergy to Cow Milk.1985.1986
  • 123 Penyakit Dan Gangguan Pada Anak, Hanifah Oswari, Dr,dr.Sp.A(K), Alergi makanan.2009





Rekomendasi Suplemen Besi pada Bayi dan Anak


Rekomendasi 1
Suplementasi besi diberikan kepada semua anak, dengan prioritas usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun.

Rekomendasi 2
Dosis dan lama pemberian suplementasi besi: 
Usia (tahun) 
Dosis besi elemental
Lama pemberian
Bayi* : BBLR (< 2.500 g)
3 mg/kgBB/hari
Usia 1 bulan sampai 2 tahun
           Cukup bulan2 mg/kgBB/hariUsia 4 bulan sampai 2 tahun
2 - 5 (balita)1 mg/kgBB/hari2x/minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun
> 5 - 12 (usia sekolah) 1 mg/kgBB/hari2x/minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun
12 - 18 (remaja)60 mg/hari#2x/minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun
Keterangan: *Dosis maksimum untuk bayi: 15 mg/hari, dosis tunggal
                    #Khusus remaja perempuan ditambah 400 μg asam folat

Rekomendasi 3
Saat ini belum perlu dilakukan uji tapis (skrining) defisiensi besi secara massal.

Rekomendasi 4
Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila dari hasil pemeriksaan ditemukan anemia, dicari penyebab dan bila perlu dirujuk.

Rekomendasi 5
Pemerintah harus membuat kebijakan mengenai penyediaan preparat besi dan alat laboratorium untuk pemeriksaan status besi.


Saturday, May 5, 2012

Alergi Makanan


Alergi makanan merupakan masalah yang kadang kala terjadi pada bayi dan anak-anak. Alergi makanan biasanya muncul pada saat bayi berusia 1-2 tahun, dan umumnya akan menurun pada saat anak berusia 5 tahun karena perkembangan sistem imun yang sudah baik. Beberapa anak memang memiliki kecenderungan untuk memiliki alergi oleh karena adanya riwayat alergi dalam keluarga (seperti adanya riwayat asma, eksim, atau rhinitis alergi dalam keluarga).


  • Makanan apa saja yang dapat menyebabkan alergi makanan pada anak?
Beberapa makanan yang sering menyebabkan alergi makanan pada anak-anak adalah: susu sapi dan produknya, gandum, kacang-kacangan, dan putih telur. Kadang-kadang seafood seperti ikan, udang atau lobster juga dapat menyebabkan alergi makanan, tetapi kejadiannya lebih jarang. Pada umumnya (sekitar 80-90% kasus) alergi makanan pada anak akan menghilang dengan sendirinya pada saat anak menginjak usia 5 tahun ke atas.


  • Apa tanda dan gejala kalau anak alergi makanan tertentu?
Ada beberapa tanda dan gejala yang muncul apabila anak alergi terhadap makanan tertentu. Tanda dan gejala tersebut dibagi 2 yaitu tanda dan gejala pada saluran pencernaan dan tanda dan gejala pada kulit. Tanda dan gejala tersebut timbul setelah anak memakan makanan tertentu. 
Tanda dan gejala pada saluran pencernaan: Diare, Muntah, Mual, Sakit perut, Anak terlihat pucat, Kehilangan atau penurunan kesadaran. Tanda dan gejala pada kulit: Muncul kemerahan di kulit tubuh seperti gigitan nyamuk, Gatal-gatal pada kulit, Wajah yang bengkak, Telinga berair, Hidung meler dan mata berair, Kesulitan bernapas, Kesulitan tidur.

  • Bagaimana caranya mengetahui makanan apa yang menimbulkan alergi pada anak?
Ini merupakan masalah yang cukup sulit. Ada beberapa cara yang dapat orang tua coba   lakukan, yaitu:
  1. Cara pertama adalah dengan mencoba-coba (trial and error). Coba perhatikan diet makanan pada anak apakah mengandung makanan yang sering menimbulkan alergi seperti kacang-kacangan, susu, produk susu atau putih telur. Bila setelah memakan makanan-makanan tersebut muncul gejala alergi, itu artinya mungkin anak alergi terhadap makanan tersebut. Bila konsumsi makanan yang dicurigai tersebut dihentikan, gejala juga akan hilang.
  2. Cara kedua dengan melakukan tes alergi. Bawalah anak ke dokter atau laboratorium untuk menjalankan tes alergi


  • Bagaimana cara mencegah dan mengobati alergi makanan pada anak?
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Apabila orangtua mencurigai salah satu makanan sebagai penyebab alergi pada anak, maka cobalah untuk tidak memberikan makanan tersebut kepada anak. Apabila dalam keluarga memang sudah memiliki riwayat alergi seperti asma, maka sebaiknya orang tua menghindari pemberian makanan yang paling sering menyebabkan alergi makanan seperti telur, kacang-kacangan, seafood, dan susu sapi murni sampai usianya 1 tahun. Dan apabila alergi sudah terjadi, sebaiknya segera bawa anak ke dokter. Dokter anda akan memeriksa, menentukan jenis alerginya lalu kemudian akan memberikan obat anti alergi yang sesuai untuk anak anda. Kadang kala dapat terjadi reaksi alergi yang berat yang disebut anafilaksis dan memerlukan penanganan segera karena dapat berakibat fatal.


Kesimpulan:

  • Alergi makanan cukup sering terjadi pada anak usia 1-2 tahun
  • Makanan yang sering menimbulkan alergi pada anak adalah: susu sapi dan produknya, telur, kacang-kacangan, serta seafood
  • Penghindaran makanan (food avoidance) merupakan langkah terpenting untuk mengobati alergi makanan
  • Pada umumnya alergi makanan akan menghilang dengan sendirinya setelah anak berusia di atas 5 tahun.




Sumber pustaka:
  • The Illustrated Book of Child Health, Bendefy I: Food Allergies.2004
  • UpToDate, Wood RA: The Natural History of Childhood Food Allergy.2008
  • Pediatrics in Review, Bierman CW et al: Food Allergy.1982
  • American Academy of Pediatrics, Parenting Corner Q&A: Food Allergy.2006
  • 123 Penyakit Dan Gangguan Pada Anak, Hanifah Oswari, Dr,dr.Sp.A(K), Alergi makanan.2009

Friday, May 4, 2012

Jenis Imunisasi


  •    Bacillus Calmette Guerin (BCG)     
 BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TB) atau yang biasa disebut flek paru oleh kalangan  awam. Vaksin BCG wajib diberikan karena Indonesia termasuk negara endemis TB dan salah satu negara dengan penderita tuberkulosis tertinggi di dunia. TB mudah sekali menular melalui butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas, atau bersin. Pemberian vaksin BCG cukup dilakukan satu kali dan tidak perlu diberi vaksin ulangan (booster). Pemberian imunisasi BCG dilakukan sebelum bayi berusia 3 bulan. Jika imunisasi baru dilakukan setelah usia bayi lebih dari 3 bulan, anda disarankan melakukan uji tuberkulin sebelum mengimunisasi anak untuk mengetahui apakah si bayi telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Vaksinasi dilakukan bila tes tuberkulin menunjukkan hasil negatif.
          Info terkini: Laporan TB dunia oleh WHO pada 2006 masih menempatkan Indonesia sebagai daerah dengan TB terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan kasus terbesar dalam kelompok penyakit infeksi menurut data Depkes RI 2007.

  • Hepatitis B
          Ini adalah jenis vaksinasi yang pertama kali akan didapatkan bayi anda. Biasanya vaksinasi diberikan beberapa saat setelah kelahiran, karena penularan berasal dari ibu yang menyandang virus Hepatitis B aktif. Si kecil akan kembali mendapatkan dua kali suntikan ulang satu dan lima bulan kemudian.
          Hepatitis B adalah penyakit liver (hati) yang sangat menular dan dapat menjadi kronis serta menginfeksi tubuh seumur hidup sehingga menyebabkan kanker hati.
          Info terkini: Karena Hepatitis B ditularkan melalui hubungan seksual dan jarang diasosiasikan dengan bayi, perlunya imunisasi jenis ini sering membingungkan para orang tua. Pemberian imunisasi pertama kali setelah kelahiran diperlukan karena seorang ibu yang terinfeksi (tanpa disadari) dapat dengan mudah menularkan virus tersebut pada anaknya saat proses melahirkan. Penyakit ini juga sangat membahayakan bayi: 90% dari kasus bayi yang terkena Hepatitis B menjadi kronis dan satu dari empat bayi meninggal dunia. Sementara hanya 6% orang dewasa yang terkena hepatitis akan menderita hepatitis kronis sebagai awal terjadinya pengerasan hati (sirosis)  dan berlanjut menjadi kanker hati.


OPV
  • Polio
          Saat Jonas Salk menemukan vaksin polio yang aman dan efektif di tahun 1953, ini menjadi berita yang luar biasa. Saat itu penyakit polio, yang bisa membuat lumpuh dan umumnya menyerang anak-anak sangat mengerikan para orang tua.
          Tahukah anda? Polio masih menjadi ancaman, ditemukan lebih dari 1.300 kasus polio di seluruh dunia di tahun 2006. Karena 95% orang yang terkena virus ini tidak menunjukkan gejala apapun (kasus kelumpuhan hanya timbul pada 1% penderita), maka penyakit ini umumnya terabaikan begitu saja, menjadikan pencegahan melalui imunisasi sebagai hal yang sangat penting. Walaupun kasus polio sudah tidak ada di Indonesia, vaksin polio tetap harus diberikan karena kemungkinan anak terjangkit virus yang "diimpor" dari negara lain. Coba anda ingat kembali peristiwa polio "impor" pada 2005 yang dimulai dari Desa Cidahu, Kab. Sukabumi, Jawa Barat yang telah menyebabkan sekitar 300 anak menderita polio. Virus terssebut diduga berasal dari Afrika atau dari Arab Saudi.


Pertusis
  • Difteri, Tetanus, Pertusis
          Vaksin  DPwT (mengandung sel utuh bakteri pertusis) atau DPaT (hanya mengandung komponen pertusis) terdiri dari lima dosis suntikan yang berguna melindungi bayi dari difteri (penyakit pernapasan), tetanus (infeksi bakteri yang berpotensi fatal), dan pertusis (batuk rejan). Huruf "a" pada DPaT adalah 'aselular' pertusis dengan efek samping yang jauh lebih ringan, seperti tidak timbulnya demam yang umum terjadi pada vaksinasi DPT. Anak anda akan menerima empat kali suntikan dalam selang waktu antara usia 2 sampai 18 bulan. Suntikan yang terakhir dilakukan saat ia berusia 5 sampai 6 tahun.
          Info terkini: Batuk rejan atau pertusis adalah jenis penyakit yang mampu dicegah dengan pemberian vaksinasi. Gejala yang timbul adalah batuk keras tanpa henti karena lendir yang sangat kental sehingga anak mudah muntah. Lendir tersebut sangat berbahaya jika terjadi pada bayi, si bayi menjadi biru atau berhenti bernapas. Dan ada suara lenguhan panjang saat anak anda menarik napas di antara batuknya. Meskipun orang dewasa dan anak yang lebih besar umumnya dapat sembuh, risiko terbesar timbul jika mereka menularkan penyakit ini kepada bayi. Bayi terserang pertusis pada usia enam bulan pertama sebelum mereka sempat mendapatkan tiga kali suntikan DPaT akan berada dalam keadaan bahaya. Statistik yang ada menunjukkan angka yang sangat menyeramkan: 90% dari kematian akibat pertusis yang dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat selama tahun 2000 hingga 2004 terjadi pada bayi di bawah 4 bulan.  


  • Campak, Gondongan, Rubella (MMR)
          Ketiga jenis penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius. Campak menyebabkan radang paru (pneumonia) dan radang otak terutama pada anak dengan gizi buruk. Rubella yang menyerang ibu hamil akan menyebabkan cacat pada janin yang dikandung (kebocoran jantung dan kelainan mata). Pada beberapa kasus, gondongan juga bisa menyebabkan tuli. Anak anda akan mendapatkan dua kali vaksinasi MMR untuk ketiga macam penyakit ini: pertama di usia 15 bulan, kedua di antara usia 5-6 tahun.
          Info terkini: Di Indonesia, imunisasi campak diberikan sejak usia 9 bulan. Kemudian diulang dengan vaksin MMR pada usia 15 bulan dan 5-6 tahun. Saat ini Depkes RI melakukan imunisasi campak tambahan pada anak kelas 1 sekolah dasar dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

  • Hemofilus Influenza Tipe B (HIB) 
          Hib menyebabkan penyakit pneumonia dan radang selaput otak (meningitis) yang sangat berbahaya. Meningitis virus akan sembuh dengan sendirinya tanpa perlu pengobatan tertentu, tapi meningitis yang disebabkan bakteri (misalnya Hib) dapat menjadi fatal bagi tubuh hanya dalam hitungan hari. Sebelum vaksin ini ditemukan di tahun 1980-an, Hib merupakan penyebab utama timbulnya bakteri meningitis yang menginfeksi anak-anak di bawah 5 tahun. Dua per tiga dari kasus ini ditemukan pada bayi berusia di bawah 18 bulan. Kini, vaksinasi dilakukan sebanyak tiga kali, pertama pada usia 2, 4, 6 bulan. Lalu diulang pada usia 12-15 bulan. Vaksinasi ini terbukti sangat efektif. Kasus Hib menurun drastis hingga 99%. 

  • Meningokokus
          Penyakit meningokokus adalah  juga jenis penyakit yang bisa memicu timbulnya meningitis yang disebabkan oleh bakteri meningokokus. Dalam  hitungan jam, seorang anak yang menderita meningitis bisa meninggal dunia, menderita tuli, atau kehilangan anggota tubuh karena penyakit gangren.
          Perlu anda tahu: Penyakit ini banyak dijumpai di Afrika sebagai endemik meningokokus. Di Indonesia, bakteri tersebut tidak dijumpai sehingga tidak ada imunisasi rutin. Vaksinasi hanya diperlukan bagi calon jemaah haji yang kemungkinan besar bertemu dengan jamaah dari Afrika. Vaksin meningokokus (MCV4) mampu melindungi tubuh dari penyakit meningokokus selama dua tahun.

  • Pneumokokus
          Penyakit pneumokokus paling berbahaya jika menyerang anak berusia di bawah 2 tahun. Penyakit ini menyebabkan infeksi telinga, pneumonia (radang paru-paru), infeksi darah, dan meningitis yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus. Vaksinnya bernama PCV (Pneumococcal conjugate vaccine). Diberikan saat anak berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan rentang usia 12-15 bulan. Vaksin ini 80% melindungi anak dari bibit penyakit penyebab meningitis pneumokokus. Dikombinasikan dengan vaksin Hib, keduanya memberi hasil yang luar biasa dalam memerangi penyakit ini.
          Tahukah anda? Vaksin ini penting diberikan pada anak karena bakteri pneumokokus telah menunjukkan kekebalan terhadap berbagai jenis antibiotika.


  • Influenza 
          Diberikan sekali dalam setahun, vaksinasi ini berfungsi untuk melindungi tubuh anak dari penyakit flu yang disebabkan oleh virus influenza yang umumnya menyabar bebas di udara. Imunisasi dianjurkan untuk diberikan saat pergantian musim, saat dimana penyakit flu banyak terjadi. Untuk anak usia 8 tahun ke bawah, dosis pertama yang disarankan adalah dua kali penyuntikan dengan rentang waktu antara empat hingga enam minggu. Vaksin influenza berisi virus flu yang telah dimatikan dan aman bagi bayi usia 6 bulan ke atas. Selain diberikan kepada anak sehat, vaksin ini juga perlu diberikan kepada anak dengan risiko tinggi, misalnya penderita penyakit kronik seperti asma, kelainan jantung bawaan dan diabetes.
          Info terkini: Mulai 2006, CDC merekomendasikan pemberian vaksin flu bagi anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun, begitu pula dengan seluruh anggota keluarganya (anak berusia di atas 5 tahun yang menderita asma atau penyakit kronis lain sebaiknya juga mendapatkan vaksin ini). Studi terbaru menunjukkan bahwa ibu yang mendapatkan vaksinasi flu saat kandungannya berada pada trimester terakhir, melahirkan bayi-bayi yang terlindung dari penyakit influenza selama 6 bulan pertama kehidupannya.


  • Varisela (Cacar Air)
          Vaksinasi cacar air ditemukan sepuluh tahun yang lalu di Amerika Serikat. Tujuan utamanya untuk menekan angka cacar air di dunia: sekitar 10% dari anak-anak yang sudah di vaksinasi paa usia 12 dan 18 bulan masih dapat tertular penyakit ini, meskipun kasus yang ditemukan cenderung lebih ringan. Dengan asumsi bahwa menderita cacar air bukan hal yang luar biasa, beberapa orang tua menolak pemberian vaksin ini.
       Bahkan beberapa di antara mereka membawa anak mereka ke "pesta cacar air" dimana orang tua dengan sengaja mengekspos anak mereka dengan anak lain yang sedang menderita cacar air agar ikut tertular. Para ahli sangat menyayangkan hal ini karena cacar air tidak selalu jenis penyakit ringan. Komplikasi penyakit ini dapat menyebabkan timbulnya pneumonia (radang paru-paru) hingga radang otak (ensefalitis).
          Info terkini: Untuk mencegah kasus penularan cacar air di masyarakat, IDAI menganjurkan agar anak-anak yang berusia 4 hingga 6 tahun mendapatkan vaksinasi ulang. Vaksinasi ini di AS tersedia dalam kombinasi vaksin MMR, yaitu vaksin MMRV yang hingga kini belum tersedia di Indonesia. Dengan vaksin kombinasi, anak anda tidak perlu disuntik berulang kali, cukup digabung dengan jadwal vaksin MMR-nya.
           
  • Hepatits A
          Hepatitis A yang ditularkan melalui makanan yang tercemar adalah penyakit hati seperti Hepatitis B. Bedanya Hepatitis A tidak menjadi kronis seperti tipe B. Vaksinnya dibutuhkan setidaknya selama satu bulan agar anak-anak bisa sembuh dari penyakit ini. Anak anda akan mendapatkan dua dosis suntikan setelah umur 2 tahun. Jarak antar suntikan setidaknya berselang enam bulan.
          Info terkini: Dulu vaksin ini hanya diberikan bagi anak-anak yang tinggal di daerah yang memiliki penyebaran penyakit Hepatitis A yang cukup tinggi. Vaksin ini jelas diperlukan, terutama sejak usia 2 tahun anak sudah mulai menyukai makanan jajanan.

  • Tifoid
          Penyakit demam tifoid (tifus) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang masuk melalui saluran pencernaan melalui makanan yang tercemar, lalu menyebar ke seluruh tubuh. Gejalanya adalah demam yang dapat berlangsung lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, napas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, bagian ujung dan tepi lidah kemerahan. Terkadang penderita juga mengalami perut kembung, hati dan limpa membesar, dan dapat terjadi diare. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar dapat menyebabkan seseorang terkena infeksi demam tifoid. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan usus atau luka pada usus. Jika hal itu terjadi, tindakan operasi perlu dilakukan. kasus tifoid paling tinggi terjadi pada anak usia sekolah yang kerap mengkonsumsi makanan jajanan.
          Perlu anda tahu: Pemberian vaksinasi tifoid hampir tidak menimbulkan efek samping. Hanya sedikit kasus pemberian vaksin tifoid yang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang kemudian. Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk anak berusia di atas 2 tahun. Imunisasi ini perlu diulang setiap 3 tahun.


  • Rotavirus
          Virus yang sangat umum ini adalah penyebab utama diare akut pada bayi dan balita. Karena bayi sering kali harus dirawat di rumah sakit ketika mengalami dehidrasi, rotavirus menjadi jenis vaksinasi yang diprioritaskan dalam pengembangan penemuan vaksinasi di Amerika. Vaksin sebelumnya telah ditarik dari peredaran di tahun 1999 karena justru meningkatkan risiko timbulnya jenis penyakit langka yang menghambat penyerapan usus. Di Indonesia, sedikitnya satu dari lima kejadian diare pada anak disebabkan oleh rotavirus. Saat ini, AS, hampir di semua negara Eropa, China, India, Bangladesh, dan Filipina sudah menggunakan vaksin rotavirus. Di Jakarta dan Surabaya sekitar 21-42% balita meninggal akibat diare dari rotavirus. Di Indonesia kematian anak karena diare tercatat sebanyak 50.400 per tahun. Dari jumlah itu, 10.088 di antaranya akibat rotavirus.
          Info terkini: Vaksin rotavirus terbaru terbukti aman dan efektif. Penelitian secara mendalam menemukan bahwa vaksin rotavirus sebenarnya tidak meningkatkan risiko timbulnya penyakit yang menginfeksi usus. Vaksin rotavirus bahkan memiliki "kemampuan ganda", yakni mampu mencegah timbulnya rotavirus, juga bisa mengurangi gejala yang timbul pada anak yang menderita penyakit ini.
          Bonus khusus: Vaksin rotavirus tidak disuntikkan melainkan berupa vaksin cair yang diberikan lewat mulut. Penentuan waktu pemberian vaksinasi ini sangat penting. Idealnya, bayi harus mendapatkannya saat berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Bayi harus mendapatkan ketiga dosis ini secara lengkap sebelum usianya mencapai 32 minggu.

  • HPV
         CDC memperkirakan bahwa lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat terinfeksi virus human papilomavirus (HPV). Virus yang paling umum ditularkan melalui hubungan seksual ini menjadi penyebab utama timbulnya kanker leher rahim (kanker serviks) yang menewaskan setidaknya 3.700 wanita setiap tahunnya. Di Indonesia satu orang wanita meninggal setiap hari karena kanker leher rahim. Vaksinasi terbaru terformulasi dalam tiga dosis suntikan dan direkomendasikan bagi anak perempuan usia 11-12 tahun.
          Info terkini: Karena HPV adalah penyakit menular seksual, pemberian vaksinasi jenis ini menimbulkan banyak kontroversi. Akan tetapi, studi klinis menunjukkan bahwa vaksinasi ini terbukti 100% efektif melindungi tubuh dari dua macam bibit penyakit HPV yang menyebabkan kanker leher rahim pada 70% kasus. "Tujuan vaksinasi adalah untuk melindungi anak perempuan sebelum mereka aktif secara seksual dan terekspos virus HPV", ungkap Dr. Bernstein, anggota Committee on Infectious Diseases pada American Academy of Pediatrics.